Peluang Sekolah “ber” Bela Negara

Peluang Sekolah “ber” Bela Negara
Oleh ; Ahmad Abni
(Guru PPKn MTs Negeri Gantarang Bantaeng)


Dalam konteks keIndonesiaan kita, bela negara merupakan hak dan kewajiban bagi setiap warga negara sebagaimana diatur di dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pasal 27 ayat 3 “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Lebih lanjut dalam pasal 30 ayat 1 menyatakan bahwa ; Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”.
Undang-undang nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara juga memberikan peluang bagi setiap warga negara sebagai komponen pendukung dan komponen cadangan untuk turut ambil bagian dalam upaya pembelaan negara.

Dalam pasal 9 ayat 2 Undang-undang nomor 3 tahun 2002 mempertegas bahwa keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui:Pendidikan Kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi”.   
Presiden Jokowi dalam nawa citanya dipoin ke delapan menyebutkan bahwa  beliau akan melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
Komitmen itu dijabarkan oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan dengan wacana “program bela negara” yang akan diberikan kepada 100 juta warga negara Indonesia yang berumur 50 tahun ke bawah di akhir tahun 2015 ini. Ramuan Bela negara ini serupa tapi tak sama dengan wajib militer seperti di Korea Selatan. Kegiatan bela negara yang dimaksud lebih kepada menanamkan sikap disiplin dan menanamkan rasa cinta Tanah Air, terutama bagi anak muda.‎ Meski program ini masih menuai pro kontra di  parlemen-DPR hingga rakyat biasa terkait dengan teknis pelaksanaannya dan biaya yang tidak sedikit, namun sekali lagi, bela negara adalah amanah dari konstitusi.
Sejalan dengan hal tersebut, pembekalan pemahaman bela negara terhadap generasi muda bangsa Indonesia juga merupakan tanggung jawab dari lembaga pendidikan formal yakni sekolah. Sekolah harus ikut ambil bagian. Jika mencermati apa yang disampaikan oleh Menko Polhukam di atas, maka sekolah sangatlah strategis untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila, nasionalisme dan patriotisme itu. Perlu dipahami bahwa selama ini para orang tua masih memberikan kepercayaan yang tinggi kepada sekolah untuk “membesarkan” anak-anaknya sebab itu sekolah tentu harus menjadi fokus perhatian pemerintah dalam program ini. Namun selama ini, rupa-rupanya kurikulum ganda yang diberlakukan Kementerian Pendidikan Nasional yakni KTSP dan Kurikulum 2013 belum sepenuhnya memberikan ruang bela negara sebagaimana poin kedelapan Nawa Cita. Memuluskan cut idiologi yang anti Pancasila demi mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ronrongan idiologi lain termasuk gerakan-gerakan makar, separatis, terorisme, vandalisme, serta geng motor anarkis yang masih marak terjadi belakangan ini harus dimulai dari sekolah. Saprillah Syahrir (peneliti Litbang Kementerian Agama) dalam suatu seminar kebangsaan di salah satu Pondok Pesantren mengatakan bahwa sekarang Indonesia menjadi sasaran empuk bagi aliran garis keras yang ingin melemahkan dan memporak-porandakan nilai-nilai agama dan nilai-nilai Pancasila.
Sungguh sangat ironis, jika seorang warga negara Indonesia yang hidup dan bernaung dibawah NKRI, tetapi lebih memilih idiologi lain sebagai haluan hidupnya. Belum lagi tingkat korupsi di negara kita yang kian hari kian menjamur ditambah lagi dekadensi moral yang semakin parahnya. Bahkan setiap momen peringatan hari-hari besar nasional telah bergeser maknanya menjadi ceremonial belaka. Tentu hal ini semakin mencerminkan kendornya kesadaran bela negara di Indonesia.
Bela negara tidak semestinya dipahami dalam kontruksi hal-hal yang berkaitan dengan kekuatan militer saja, tetapi juga harus dipahami dalam spektrum yang lebih luas. Menurut mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Moeldoko bahwa yang dimaksud bela negara bukan hanya memegang senjata, tapi membangun jiwa, sehingga punya rasa memiliki negara, disiplin, dan tanggung jawab terhadap negara itu. Sebaiknya pemahaman bela negara sejak dari awal penting diberikan kepada anak-anak.
Bela negara dapat dilakukan dengan dua bentuk yakni bela negara fisik dan bela negara non-fisik. Bela negara fisik adalah bela negara yang dilakukan dengan memanggul senjata menghadapi serangan atau  agresi militer dari musuh/negara lain. Bela negara ini tentunya dilakukan untuk menghadapi ancaman dari dalam dan luar negara. Bela negara secara fisik dapat dilakukan oleh rakyat terlatih yang memiliki empat fungsi yakni; fungsi ketertiban umum, fungsi perlindungan rakyat, fungsi keamanan rakyat dan fungsi perlawanan rakyat.
Bela Negara Non fisik adalah bela negara dengan meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap bangsa dan tanah air melalui pengabdian yang tulus, membuat karya-karya nyata, meningkatkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, menjunjung Hak Azasi Manusia (HAM), dan yang terpenting adalah peningkatan mental-spiritual warga negara. Bela negara non fisik berarti bela negara yang dilakukan oleh masyarakat sipil tanpa memikul senjata dan saling berhadap-hadapan dengan musuh di medang perang.
Pada akhirnya sekolah sangat tepat untuk diperhitungkan dan digandeng oleh pemerintah dalam menginternalisasikan nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme sejak belia sebagai upaya membangun dan membentuk sistem nilai, sikap dan perilaku generasi muda. Terwujudlah civic skill yakni generasi yang memiliki jati diri, dan berkarakter yang tangguh, sebagai pembentuk kepribadian bangsa Indonesia yang bertanggung jawab, sadar hak dan kewajiban sebagai warga negara, cinta tanah air, mampu menampilkan sikap dan perilaku membela Negera Indonesia sesuai dengan Idiologi Pancasila dan UUD 1945. Untuk itu perlu kiranya Kementerian Pertahanan dan Keamanan membanggun sinergi yang massif dengan Kementerian Pendidikan Nasional menyusun formula jitu. Sekolah tentu dapat menempatkan diri pada bentuk upaya bela negara non fisik tetapi lebih abdol lagi jika diakui secara legalitas formal. Sekolah harus diberikan kepercayaan untuk ambil bagian mewujudkan “Revolusi Mental”  dan membentuk rakyat cerdas sebagai bonus kekuatan pendukung dan kekuatan cadangan TNI dalam pertahanan kedaulatan NKRI. Jargon Revolusi Mental akan membumi jika nilai-nilai Pancasila, nasionalisme dan patriotisme kembali dipertegas melalui kurikulum pendidikan nasional. Wallahu a’lam bissawab.***
RIWAYAT PENULIS
Penulis                       : Ahmad Abni
No. Tlp /HP               : 081343718586 / 085395260360
Pekerjaan                   : Guru PPKn MTs Negeri Gantarang Bantaeng
E-Mail                       : bn15pd@yahoo.com
Alamat                      : BTN Griya Praja Wibawa Lembang Loe Bissappu
                                    Bantaeng.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MEDIA PEMBELAJARAN PPKn

CARI ARSIP BERITA

Arsip Berita

Arsip Berita

VIDEO / YOUTUBE

Total Tayangan Halaman

FOLLOWERS

Terjemahan